Memahami Pajak Bumi dan Bangunan untuk Tempat Tinggal atau PBB-P2

Rumah dan Properti
14 Agustus 2021
Bagikan:
Memahami Pajak Bumi dan Bangunan untuk Tempat Tinggal atau PBB-P2

Bagi pemilik rumah, salah satu elemen biaya yang wajib masuk dalam alokasi bujet adalah pajak bumi dan bangunan alias PBB. Pajak rumah ini wajib dibayarkan oleh pemilik hunian tiap setahun sekali.

Apa sebenarnya yang dimaksud dengan PBB? Berapa besar dana yang harus kita alokasikan setiap tahun untuk kebutuhan ini? Mengingat anggaran ini akan kita keluarkan secara rutin, mari kita pahami lebih dalam soal definisi PBB, fungsi, dan juga cara penghitungannya.

Apa itu Pajak Bumi dan Bangunan?

PBB merupakan pungutan wajib dari pemerintah yang diberlakukan kepada seseorang atau badan usaha atas kepemilikan tanah dan bangunan.

Pemungutan PBB awalnya mengacu kepada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan. Dalam peraturan ini dijelaskan bahwa yang berwenang untuk melakukan pemungutan PBB hanyalah pemerintah pusat.

Namun, pemerintah kemudian mengeluarkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah (UU PDRD), Dengan adanya aturan ini, maka kewenangan untuk memungut PBB dibagi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Pemerintah pusat berwenang memungut PBB untuk sektor perkebunan, perhutanan, pertambangan, dan sektor lain-lain yang disebut PBB-P3. Sementara itu, pemerintah daerah bertanggung jawab mengelola PBB untuk sektor pedesaan dan perkotaan, termasuk di dalamnya rumah tinggal, apartemen, tanah kosong, rumah susun, hotel, dan sejenisnya. PBB yang dipungut oleh pemerintah daerah ini disebut dengan PBB-P2.

Adapun subjek atau pihak yang dikenai pajak ini adalah individu atau badan yang:

  • Mempunyai hak atas bumi
  • Memperoleh manfaat atas bumi
  • Memiliki bangunan
  • Menguasai bangunan
  • Memperoleh manfaat atas bangunan

(Baca: 5 Pengeluaran yang Harus Disiapkan Setelah Memiliki Rumah)

Tarif dan dasar pengenaan PBB-P2

Berdasarkan pembagian sektor pajak, maka bangunan tempat tinggal, baik itu rumah tapak, apartemen, maupun rumah susun termasuk ke dalam PBB-P2 dan dibayarkan kepada pemerintah daerah. Tarif yang dikenakan pun berbeda dengan PBB-P3.

Berdasarkan UU PDRD, tarif maksimal yang ditetapkan untuk PBB-P2 adalah sebesar 0,3%. Besar tarif tersebut ditetapkan oleh masing-masing pemerintah daerah, sehingga PBB di satu wilayah akan berbeda dengan PBB di wilayah lainnya.

Untuk mengetahui cara perhitungan PBB-P2, kita perlu memahami lebih dulu apa saja yang dijadikan dasar pengenaan pajak ini.

Dasar penetapan PBB-P2 yang pertama adalah NJOP atau nilai jual objek pajak. NJOP merupakan harga rata-rata atau harga pasar yang ditetapkan dalam transaksi jual beli properti. Besar NJOP ditetapkan oleh kepala daerah tiap tiga tahun sekali. Namun, ada pula wilayah yang penetapan NJOP-nya dilakukan tiap tahun, tergantung perkembangan wilayahnya.

Dasar penetapan NJOP biasanya dipengaruhi oleh sejumlah faktor, diantaranya:

  • Dasar penetapan NJOP bumi:

    1. Letak
    2. Pemanfaatan
    3. Peruntukkan
    4. Kondisi lingkungan
  • Dasar penetapan NJOP bangunan:

    1. Bahan yang digunakan dalam bangunan
    2. Rekayasa
    3. Letak
    4. Kondisi lingkungan

Lalu bagaimana jika rumah atau tanah kita dapatkan tanpa melalui transaksi jual beli? Misalnya ketika rumah didapatkan dari warisan atau hibah. Untuk kondisi seperti ini, maka nilai NJOP dapat ditentukan dari:

  1. Perbandingan harga dengan objek lain

Objek lain yang dapat dijadikan perbandingan adalah objek sejenis dengan lokasi yang masih berdekatan dan memiliki fungsi serupa. Kita bisa menjadikan objek seperti ini sebagai benchmark untuk menentukan NJOP tanah atau bangunan yang kita dapatkan.

  1. Nilai perolehan baru

Penetapan NJOP juga bisa dilakukan dengan menghitung biaya yang sudah kita keluarkan untuk memperoleh objek pajak. Nantinya nilai NJOP bisa didapatkan dengan mengurangi biaya tersebut dengan penyusutan yang terjadi, misalnya penyusutan nilai karena kondisi fisik bangunan atau tanah.

  1. Nilai jual pengganti

Terakhir, penentuan NJOP juga bisa dinilai dari hasil produk yang dikeluarkan oleh objek pajak. Artinya, aset tersebut akan dihargai berdasarkan nilai produk yang dihasilkan, alih-alih harga properti itu sendiri.

Selain NJOP, komponen kedua yang menentukan besar PBB-P2 adalah NJOPTKP atau nilai jual objek pajak tidak kena pajak. NJOPTKP merupakan batas nilai jual objek pajak yang berbentuk tanah dan bangunan yang tidak dikenai pajak.

Sama seperti NJOP, besaran NJOPTKP juga berbeda-beda untuk setiap daerah. Namun, merujuk kepada UU PDRD, nilai NJOPTKP tidak boleh lebih rendah dari Rp 10 juta untuk tiap wajib pajak.

Cara menghitung PBB-P2

pajak-bumi-dan-bangunan-pbb-1.jpg

Seperti yang sudah disebutkan, perhitungan tarif PBB-P2 berbeda dengan PBB-P3. Perbedaan pertama adalah tarif dasarnya. Dalam PBB-P3, berlaku tarif dasar tetap, yakni 0,5%. Sementara dalam PBB-P2, tarifnya berbeda-beda untuk tiap daerah, dengan batas maksimal 0,3%.

Perbedaan kedua terletak pada komponen NJKP atau nilai jual kena pajak. Dalam PBB-P3, NJKP ditentukan berdasarkan sektor. Berikut perhitungannya:

  • Sektor perkebunan, pertambangan, dan perhutanan: NJKP = 40% x (NJOP - NJOPTKP)
  • Sektor lain-lain, jika NJOP kurang dari Rp 1 miliar: NJKP = 20% x (NJOP - NJOPTKP)
  • Sektor lain-lain, jika NJOP lebih dari Rp 1 miliar: NJKP = 40% x (NJOP - NJOPTKP)

Sementara itu, dalam PBB-P2 tidak ada komponen NJKP. Nilai PBB-P2 dihitung dengan rumus berikut:

Besar PBB-P2 = tarif daerah x (NJOP-NJOPTKP)

Untuk memahami lebih lanjut soal cara menghitung PBB-P2, simak contoh kasus berikut ini:

Andi memiliki rumah tapak di daerah Depok dengan luas bangunan 60 meter persegi di atas lahan seluas 100 meter persegi. Harga bangunan tersebut adalah Rp 1 juta per meter persegi, sedangkan harga tanahnya Rp 500.000 per meter persegi. Pemerintah kota Depok menetapkan tarif PBB-P2 sebesar 0,1% untuk NJOP di bawah Rp 1 miliar dan 0,2% untuk NJOP di atas Rp 1 miliar. Adapun, NJOPTKP ditetapkan sebesar Rp 15 juta. Berapa besar PBB yang harus dibayar Andi tiap tahun?

Pertama-tama, hitung dulu NJOP Andi:

NJOP = nilai bangunan + nilai tanah

NJOP = (60 x 1 juta) + (100 x 500.000)

NJOP = 60 juta + 50 juta

NJOP = Rp 110 juta

Karena NJOP di bawah Rp 1 miliar, maka tarif PBB yang berlaku adalah 0,1%. Dengan begitu, besar PBB-P2 yang harus dibayar Andi:

PBB = tarif daerah x (NJOP - NJOPTKP)

PBB = 0.1% x (110 juta - 15 juta)

PBB = 0,1% x 95 juta

PBB = Rp 95.000

Nah, bagaimana? Sudah paham bukan soal PBB-P2? Dengan lebih memahami pajak ini, maka kita jadi tahu ke mana uang kita mengalir tiap tahunnya. Semoga bermanfaat, dan jangan lupa disiplin bayar PBB ya!

(Baca: Ini Jenis Pajak dan Biaya Dalam Transaksi Jual Beli Rumah)

Bagikan:
Artikel Terkait