Perbedaan KPR Syariah dan Konvensional yang Perlu Kita Tahu

KPR
06 Juli 2021
Bagikan:
Perbedaan KPR Syariah dan Konvensional yang Perlu Kita Tahu

Bingung memilih antara kredit rumah syariah atau konvensional? Untuk memastikan bahwa kita memilih produk yang benar-benar-benar tepat, pertama-tama kita harus tahu dulu perbedaan antara KPR syariah dan KPR konvensional.

Seperti diketahui, KPR atau kredit pemilikan rumah merupakan produk pembiayaan perbankan yang diperuntukkan bagi calon pembeli rumah. Di tengah harga rumah yang terus melambung, produk ini menjadi solusi pembiayaan ideal untuk membantu masyarakat memiliki hunian dengan lebih cepat.

Melihat besarnya kebutuhan masyarakat akan KPR, wajar jika bank pun kian gencar mengeluarkan produk pembiayaan ini di pasar. Tak hanya KPR konvensional, bank pun turut menawarkan produk KPR syariah untuk menarik konsumen muslim yang ingin membeli rumah, namun tetap bisa menghindari riba.

Meskipun sama-sama kredit pembiayaan rumah, ada perbedaan mendasar antara KPR syariah dan KPR konvensional yang perlu diperhatikan oleh calon pembeli rumah. Untuk mengetahui mana yang paling pas dengan kebutuhan kita, mari simak perbedaan di antara keduanya.

1. Perjanjian atau akad kredit

Untuk mendapatkan pembiayaan KPR, kita perlu menjalani sejumlah proses yang ditetapkan oleh bank, salah satunya adalah proses akad kredit. Dalam akad kredit ini, bank akan menjelaskan skema pembiayaan, sistem bunga, tenor kredit, dan ketentuan lain terkait KPR yang Anda ajukan.

Untuk KPR konvensional, akad kredit yang berlaku adalah sama untuk semua produk KPR. Secara umum, skema pembiayaannya adalah bank akan membiayai sebagian pembelian rumah, dan debitur akan melunasi pembiayaan tersebut dengan mengangsur setiap bulan sebesar pokok pinjaman ditambah bunga yang disepakati hingga tenor pinjaman berakhir.

(Baca: KPR (Kredit Pemilikan Rumah): Definisi, Manfaat, Cara Pengajuan)

Adapun dalam KPR syariah, terdapat empat jenis akad yang biasanya ditawarkan oleh pihak bank, yaitu:

Akad murabahah atau jual beli Akad musyarakah mutanaqishah atau kongsi Akad istishna’ atau pesan bangun Akad ijarah muntahiyah bi tamlik atau sewa beli

Masing-masing akad dalam KPR syariah menawarkan skema pembiayaan KPR yang berbeda-beda, sehingga Anda dapat memilih mana yang paling cocok dengan kebutuhan dan kemampuan. Jadi pastikan bahwa Anda sudah memahami tiap akad yang ditawarkan agar tidak salah pilih.

2. Sistem bunga

Sistem bunga merupakan hal yang lazim ditemukan dalam produk pinjaman perbankan, tak terkecuali dalam kredit rumah. Fungsinya tak lain sebagai bentuk keuntungan atau imbal hasil untuk pihak bank karena telah meminjamkan uang kepada nasabah.

Namun dalam Islam, bentuk keuntungan seperti ini tidaklah diperbolehkan karena termasuk dalam riba. Oleh karena itu, KPR syariah pun tidak memberlakukan sistem bunga dalam proses pembiayaannya.

Alih-alih menerapkan sistem bunga, bank menerapkan empat bentuk imbalan atau pengambilan keuntungan dalam KPR syariah, yakni:

Profit margin: jika akad yang dipakai adalah murabahah atau jual beli Jasa (ujrah/ fee): jika akad yang dipakai adalah istishna’ atau pesan bangun. Fee sewa: jika akad yang digunakan adalah ijarah muntahiyah bi tamlik (sewa beli) Bagi hasil keuntungan: jika akad yang digunakan adalah musyarakah mutanaqishah

(Baca: Jenis-Jenis Bunga KPR dan Cara Menghitungnya)

3. Besar cicilan

kpr-syariah-2.jpg

Dalam KPR konvensional, besar cicilan yang harus kita bayar setiap bulan akan berubah-ubah karena mengikuti suku bunga acuan Bank Indonesia (BI). Jika BI menaikkan suku bunganya, maka besar kemungkinan cicilan KPR kita pun akan naik di bulan depan.

Hal ini tidak berlaku dalam KPR syariah. Karena tidak menerapkan sistem bunga, besar cicilan KPR kita tiap bulan akan bersifat tetap hingga masa pinjaman berakhir. Besar cicilan dalam KPR syariah akan ditentukan oleh bank saat akad, di mana di dalamnya sudah memasukkan komponen imbalan untuk pihak bank dan juga pokok pinjaman.

Besar cicilan yang tidak berubah dalam KPR syariah tentunya akan memudahkan kita dalam melakukan perencanaan keuangan di masa depan. Tapi di sisi lain, ini artinya kita juga tidak akan memiliki peluang untuk menikmati penurunan suku bunga apabila kondisi ekonomi membaik.

4. Tenor atau jangka waktu pinjaman

Perbedaan KPR syariah dan KPR konvensional juga bisa kita temukan di tenor alias jangka waktu pinjaman yang ditawarkan. Umumnya, KPR konvensional menyediakan pilihan tenor mulai dari lima tahun hingga 25 atau bahkan 30 tahun. Sementara KPR syariah menawarkan tenor yang lebih pendek, biasanya hanya sampai 15 tahun.

Lama waktu pinjaman KPR ini tentunya akan berpengaruh kepada kondisi keuangan kita dalam jangka panjang. Tenor pendek artinya Anda akan lebih cepat terbebas dari utang, tapi konsekuensinya cicilan KPR pun akan jadi lebih besar. Begitu pun sebaliknya. Oleh karena itu pikirkan dengan matang mana yang lebih baik untuk Anda.

5. Denda dan penalti

Dalam perjanjian kredit, biasanya ada klausul yang menyatakan soal denda atau penalti jika Anda melanggar salah satu ketentuan dari pihak bank. Misalnya telat membayar cicilan bulanan atau melunasi pinjaman sebelum waktu yang disepakati. Ini juga yang berlaku dalam KPR konvensional. Anda akan dikenai denda atau penalti apabila Anda melanggar salah satu ketentuan dalam akad kredit.

Nah, dalam KPR syariah, tidak ada ketentuan soal denda dan penalti dalam akad. Bank tidak akan mengenakan denda jika Anda terlambat membayar cicilan. Alih-alih, Anda akan diminta berdiskusi atau musyawarah dengan bank jika kesulitan dalam membayar, dan menemukan solusi bersama.

6. Landasan hukum

Semua produk keuangan dan perbankan di Indonesia tentunya harus memenuhi aturan dari Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan, serta sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku. Tak terkecuali untuk produk KPR.

Landasan hukum untuk produk perbankan diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Otomatis, kredit rumah pun wajib mengacu kepada aturan ini.

Meski demikian, untuk KPR syariah, selain mengacu kepada aturan tersebut, produk ini juga wajib memenuhi prinsip-prinsip syariah yang diatur dalam fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Utama Indonesia (MUI). Dengan demikian, dalam praktiknya, KPR syariah tak hanya wajib mengikuti hukum negara, tetapi juga hukum Islam atau syariah.

Setelah mengetahui perbedaan antara KPR syariah dan konvensional di atas, maka kita pun akan lebih memahami kelebihan dan kekurangan yang ditawarkan oleh masing-masing produk. Cocokkan hal tersebut dengan kebutuhan dan kemampuan Anda, maka Anda pun bisa memilih mana paling pas buat kantong.

Agar lebih mantap lagi dalam menentukan pilihan, Anda juga bisa berkonsultasi dengan ahli KPR di Indonesia, contohnya Mortgage Master. Konsultan KPR online ini bisa membantu Anda menemukan produk KPR yang paling cocok dengan kebutuhan dan kemampuan keuangan Anda. Semuanya tanpa dipungut biaya, alias gratis!

Cerdas dalam memilih produk KPR sangatlah menentukan masa depan keuangan Anda. Salah pilih sekarang, maka kantong bisa cekak sampai puluhan tahun ke depan. Yuk hindari dengan mengedukasi diri semaksimal mungkin soal pinjaman rumah ini!

Bagikan:
Artikel Terkait